Rabu, 26 Agustus 2009

analisa kasus

ANALISA KASUS
PENGELUARAN TODUNG MULYA LUBIS DARI PERADI
Pertama kalinya di Indonesia, seorang advokat diberhentikan secara permanen karena dianggap melanggar kode etik. Kemarin (16/5) Majelis Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) DKI Jakarta memberhentikan pengacara kondang Todung Mulya Lubis sebagai dalam profesinya sebagai advokat.Menghukum Teradu I dengan pemberhentian tetap sebagai advokat terhitung sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap,
Todung dianggap melanggar Pasal 4 huruf (j) dan Pasal 3 huruf (b) Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI). Pokok persoalannya, Todung pada Tahun 2002 merupakan anggota tim bantuan hukum (TBH) Pemerintah RI cq Menteri Keuangan Ri cq Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) melakukan legal audit terhadap Salim Group yang juga pemilik Sugar Group Companies.
Tapi, pengacara yang tergabung di Law Offices Lubis, Santosa, and Maulana itu lantas menjadi kuasa Salim Group pada 2006 melawan pemilik baru Sugar Gruop Companies ketika perusahaan itu dijual BPPN. Bertolak dari fakta-fakta tersebut, menjadi jelas bahwa Teradu I sebenarnya masih terkait dengan kepentingan Sugar Group Companies yang dulunya termasuk perusahaan Salim Group.
Laporan Todung ke Peradi diajukan Hotman Paris Hutapea pada Maret lalu. Dalam laporannya Todung dituduh menjadi kuasa hukum dua pihak yang saling berseberangan. Selain personal, firma Lubis, Santosa, and Maulana juga diajukan. Namun aduan itu ditepis majelis.
Hotman adalah lawan Todung dalam persidangan di Pengadilan Negeri Gunung Sugih, Lampung Tengah dan PN Kota Bumi, Lampung Utara. ”Meski dalam dokumen TBH dikatakan bahwa Keluarga Salim atau Salim Group dinyatakan melanggar MSAA, dalam persidangan Teradu I justru menyatakan bahwa Keluarga Salim/Salim Group tidak melanggar MSAA,” lanjut pengacara paro baya itu.
Karena pernah dihukum Dewan Kehormatan Pusat Ikadin pada 14 Juni 2004 dengan hukuman peringatan keras, majelis berpendapat Teradu I harus dihukum dengan sanksi yang lebih berat. ”Pelanggaran mana dilakukan bukan karena kurangnya pengetahuan Teradu I mengenai KEAI dan apalagi Teradu I adalah seorang advokat yang senior dan berpengalaman puluhan tahun,” ujar Jack yang bersama anggota lainnya memakai jubah hitam yang biasa dipakai pengacara. Selain itu, Todung juga diharuskan membayar biaya perkara sebesar Rp 3,5 juta.
Sanksi pencabutan izin advokat terhadap Todung Mulya Lubis,Tentunya akan mempengaruhi karirnya sebagai pengacara. Izin advokat yang dikeluarkan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) itu merupakan kartu sakti bagi setiap advokat yang akan beracara di pengadilan. Namun, posisi Todung untuk beracara di Mahkamah Konstitusi (MK) masih aman dalam arti MK memang tak mengharuskan seorang advokat yang memiliki izin dari Peradi untuk menjadi kuasa hukum di ruang sidangnya.
Sanksi tersebut hanya bisa mempengaruhi karir Todung dalam beracara di Mahkamah Agung (MA) dan peradilan di bawahnya. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) 07/SEK/01/2007 mengharuskan seseorang harus mendapat lisensi dari Peradi untuk beracara di pengadilan. Mekanismenya pun, Peradi harus memberitahukan bahwa kepada MA bahwa ada izin seorang advokat yang dicabut.
Namun, Peradi sepertinya tak mau gegabah terhadap kasus ini. Surat pemberitahuan belum dikirim ke MA. Alasannya, jelas, karena upaya hukum banding dari Todung masih berjalan. Dan perkara ini pun masih akan diperiksa oleh Dewan Kehormatan Pusat.
“Sesuai ketentuan, apabila ada hukuman pemberhentian sementara atau permanen, Peradi akan memberitahukan ke pengadilan melalui MA,” Jelas Ketua DPN Peradi Otto Hasibuan di Jakarta, Kamis (22/5). Dengan catatan, putusan pemberhentian tersebut sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Ia pun menunjuk Keputusan Dewan Kehormatan Pusat Perhimpunan Advokat Nomor 3 Tahun 2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penanganan Perkara Pengadu.
Bab IV tentang Pemeriksaan Perkara Banding: Angka 11 menyatakan “Apabila teradu dihukum dengan pemberhentian tetap dari profesi Advokat, maka Dewan Kehormatan Pusat meminta kepada Dewan Pimpinan Nasional Peradi untuk memberhentikan secara tetap yang bersangkutan dan membuat laporan kepada Mahkamah Agung.”
MA pun hanya bersifat pasif terhadap persoalan ini. Sedangkan surat pemberitahuan sanksi pencabutan izin advokat Todung belum diterima. Pemberitahuan sangat penting, karena menurutnya hal ini berkaitan erat dengan pengadilan.
Namun, masalah ini terpulang kepada kode etik advokat yang disusun Peradi. Mengenai konflik kepentingan yang dialami Todung.