Senin, 09 Agustus 2027

Hukum Perdata

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Listrik telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan primer, yakni pangan, sandang, dan papan. Listrik berperan besar atas kemajuan di berbagai bidang, yaitu sebagai salah satu infrastruktur yang menjadi tumpuan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup atau kesejahteraan manusia, serta sebagai pendorong berbagai kegiatan ekonomi jadi bisa dikatakan listrik itu nikmat. Pembangunan ekonomi yang tumbuh cepat menuntut PT PLN Persero untuk menyediakan tenaga listrik dalam berbagai kebutuhan industri, ekonomi, perdagangan, pemerintahan dan masyarakat luas, sehingga di buatlah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET)
Listrik dapat menimbulkan masalah jika dalam penggunaannya tidak tepat. Aliran listrik tegangan tinggi sangat berbahaya bagi masyarakat, bahkan mengakibatkan kematian bagi orang yang menyentuhnya secara langsung. Hasil penelitian epidemiologi, masyarakat di berbagai negara belum menunjukkan efek yang jelas dan konklusif. Untuk itu pada tahun 2006 dilakukan penelitian kasus kontrol kejadian leukemia pada anak dengan tujuan mengetahui dampak medan magnet dan medan listrik terhadap kejadian leukemia pada anak. Sebagai kasus adalah anak usia <=10 tahun penderita leukemia yang datang memeriksakan diri dan menjalani pengobatan di Divisi Hematologi-Onkologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM/FKUI Jakarta, sedangkan sebagai kontrol adalah anak usia <=10 tahun bukan penderita leukemia berdasarkan hasil pemeriksaan Poli Umum Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM/FKUI Jakarta. Kriteria inklusi dari kasus leukemia adalah penderita leukemia yang terdiagnosa dalam kurun waktu 6 tahun terakhir (2000 s/d 2006) dan beralamat di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Sedangkan kriteria eksklusi adalah penderita down syndrome. Jumlah kasus sebesar 130 anak dan kontrol sebesar 243 anak (1:2) dan dilakukan matching kelompok menurut umur anak. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, pengamatan dan pengukuran pajanan medan magnet dan medan listrik di rumahtangga. Hasil penelitian menunjukkan kuat medan magnet dan medan listrik di rumahtangga, baik pada kasus maupun pada kontrol masih di bawah batas yang direkomendasikan IRPA/WHO. Medan magnet tidak berpengaruh terhadap kejadian leukemia pada anak, sedangkan medan listrik berpengaruh terhadap kejadian leukemia pada anak.
Berdasarkan hasil penelitian Anies, pada penduduk di bawah Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 kV di Kab. Pekalongan, Kab. Pemalang, dan Kab Tegal, menyimpulkan bahwa medan elektromagnetik yang berasal dari SUTET 500 kV berisiko menimbulkan gangguan kesehatan pada penduduk, yaitu sekumpulan gejala hipersensitivitas yang dikenal dengan electrical sensitivity berupa keluhan sakit kepala (headache), pening (dizziness), dan keletihan menahun (chronic fatigue syndrome), menurut Oentoeng, dalam penelitian yang dilakukan oleh Kasnodiharjo dan Soesanto, peneliti dari Depkes RI di SUTET Cibinong dan Bekasi, berhasil membedakan kelompok penduduk yang berisiko terpapar dan tidak terpapar berdasarkan jarak tempat tinggal dengan jaringan listrik terpasang. Hasilnya, radius 500 meter diperkirakan masih memiliki risiko terpapar. Hasil penemuan Anies menyimpulkan bahwa ketiga gejala tersebut dapat dialami sekaligus oleh seseorang, sehingga penemuan baru ini disebut sebagai Trias Aniesâ.
Corporate Social Responsibility selanjutnya disebut (CSR) lahir dari suatu landasan moral dan dasar berfikir bahwa manusia adalah makhluk yang termasuk di dalam ”homo Societus” atau dengan kata lain makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan bertahan di dunia ini tanpa adanya bantuan dan interaksi dari makhluk-makhluk lainnya. Manusia juga hanya dapat bertahan jika ia hidup berkelompok. Dasar berfikir semacam ini kemudian dikembangkan dengan asumsi bahwa karena manusia hanya dapat bertahan melalui interaksi dan hidup berkelompok maka iapun mempunyai kewajiban dan tanggung jawab terhadap manusia lainnya. Sebagai bagian dari konfigurasi hubungan antara dunia bisnis dan masyarakat, persoalan tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR mengalami rumusan konseptual yang terus berubah, sejalan dengan perkembangan yang dialami oleh dunia usaha itu sendiri. Awalnya dan untuk waktu yang sangat panjang dunia usaha barangkali memang tidak perlu berfikir mengenai CSR. Dalam banyak hal, kenyataan ini muncul karena dunia bisnis itu sendiri yang sangat self-centered yang membuat para pelakunya memegang teguh adagium bahwa tugas pokok pebisnis adalah mencari untung sebesar-besarnya. Pemikiran semacam itu secara perlahan berubah dengan munculnya kesadaran kolektif bahwa kontinuitas pertumbuhan dunia usaha tidak akan terjadi tanpa dukungan yang memadai dari stakeholder yang melingkupinya, seperti konsumen, buruh, dan anggota masyarakat.
Sebagai suatu konsekuensi logis, logikanya CSR bagian yang melekat dari program perusahaan, tanpa harus ada tekanan dari pihak luar. Seharusnya, CSR tidak di anggap sebagai sisi yang memberatkan sebab konsep ini pada dasarnya adalah jalan tengah ketegangan antara dunia usaha dengan masyarakat. Jadi implementasi CSR justru memberikan jaminan pertumbuhan perusahaan yang berkesinambungan dan mampu melaksanakan bisnis secara etis. Oleh karena itu dalam Undang-Undang No 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas yang di sahkan oleh DPR pada tanggal 16 agustus 2007 dan dikuatkan juga dengan di sahkan Peratran Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Per-05/MBU/2007 sebagai aturan pelaksana Undang-Undang No 19 Tahun 2003, ketentuan mengenai CSR sudah diberlakukan kepada perseroan yang berbasis pada sumber daya alam dan perusahaan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan sumberdaya alam. Terakomodasinya ketentuan mengenai CSR di dalam undang-undang, membawa konsekwensi yuridis terhadap perseroan di Indonesia tidak terkecuali terhadap PT PLN Persero. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik mengkaji Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) Pada PT PLN Persero Dalam Mencegah Konflik Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan permasalahan yang diangkat adalah :
1. Bagaimana bentuk CSR pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT PLN Persero UPT Malang?
2. Apa implementasi CSR pada PT PLN Persero UPT Malang dalam mencegah terjadinya konflik Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET)?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini sesuai dengan fokus permasalahan di atas adalah:
a. Untuk mengidentifikasikan, mendeskripsikan dan menganalisis implementasi dan bentuk CSR pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT PLN Persero UPT Malang.
b. Untuk mengidentifikasi, mendeskripsikan dan menganalisis implementasi dan CSR pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT PLN Persero UPT Malang dalam mencegah terjadinya konflik Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET).

D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis, yaitu :
c. Penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan mengenai implementasi CSR pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait PT PLN Persero UPT Malang pada khususnya dan PT PLN Persero Pada umumnya dalam mencegah konflik Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET).
b. Menjadi dasar dan referensi untuk penelitian lebih lanjut.
2. Secara Praktis, yaitu :
a. Bagi kalangan mahasiswa
Memberikan pengetahuan mengenai dampak medan listrik pada kesehatan dan implementasi CSR pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait PT PLN Persero dalam mencegah konflik Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) serta memahami secara menyeluruh mengenai masalah listrik.
b. Bagi Instansi terkait
Dapat memberikan sumbangan pemikiran dan saran serta perbaikan-perbaikan terhadap implementasi CSR pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait PT PLN Persero dalam mencegah konflik Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET).
c. Bagi masyarakat
Penulisan ini berguna untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang akibat dari medan linstrik, hak, dan kewajiban yang terdapat dalam CSR sebagai implementasi Hukum Ekonomi pada PT PLN Persero. Guna terjalin hubungan timbal balik yang positif antara PT PLN Persero khususnya UPT Malang dan masyarakat.


E. Sistematika Penelitian
Skripsi ini berisikan lima bab yang satu sama lainnya saling berkaitan, yang terdiri atas :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis akan memberikan gambaran singkat atas latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan dilakukan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan yang memberikan batasan dan kerangka guna membantu penulis tetap berfokus pada pokok permasalahan yang telah ditetapkan.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG CSR, BUMN, dan SUTET
Kajian teori yang terdiri dari ulasan terkait CSR, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) .
BAB III METODE PENELITIAN
Berisi tentang motode penelitian yang meliputi metode pendekatan, lokasi penelitian, jenis dan sumber data, populasi dan sample,teknik pengumpulan data, teknik analisa data, dan definisi operasional.
BAB IV PEMBAHASAN
Berisi tentang kajian analisis secara empiris terhadap implementasi CSR pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait PT PLN Persero UPT Malang dalam mencegah konflik Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET).

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi tentang kesimpulan berdasarkan hasil penelitian, keterbatasan penelitian dan juga saran-saran dari penulis yang diharapkan dapat bermanfaat dan dapat menjadi masukan bagi bidang hukum khususnya mengenai implementasi CSR pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait PT PLN Persero UPT Malang dalam mencegah konflik Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET).
















BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Corporate Social Responsibility (CSR)
1. Definisi
Sebagai sebuah konsep, CSR mempunyai definisi dalam beberapa versi karena implementasi yang dilakukan oleh perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya berbeda-beda.
Menurut versi Bank Dunia dalam SWA edisi 26/XXI/19:47 Desember-11 Januari 2006 definisi CSR adalah:
“CSR is the commitment of business to contribute to sustainable economic development working with employees and their representatives, the local community and society at large to improve quality of life, in ways that are both good for business and good for development “.

CSR adalah komitmen bisnis sebagai kontribusi untuk keberlanjutan perkembangan ekonomi yang bekerja sama dengan pekerja, perwakilan mereka, komunitas lokal dan masyarakat luas untuk memperbaiki kualitas hidup, dimana keduanya baik untuk bisnis maupun pengembangan. Menurut Bank Dunia, CSR terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu perlindungan lingkungan, jaminan kerja, hak asasi manusia, interaksi dan keterlibatan perusahaan dengan masyarakat, standar usaha, pasar, pengembangan ekonomi dan badan usaha, perlindungan kesehatan, kepemimpinan dan pendidikan, bantuan bencana kemanusiaan.
Definisi CSR adalah komitmen berkelanjutan dari bisnis untuk berperilaku etis dan berkontribusi bagi pembangunan ekonomi, sekaligus meningkatkan kualitas hidup karyawannya, serta masyarakat lokal ataupun masyarakat luas . Pemikiran ini didasarkan bahwa perusahaan tidak hanya berkewajiban ekonomis dan legal (shareholders), tapi juga pada pihak lain yang berkepentingan (stakeholders), yang jangkauannya melebihi kewajiban di atas. Sedangkan menurut versi Uni Eropa Development dalam SWA edisi 26/XXI/19:50 Desember-11 Januari 2006, CSR adalah:
“CSR is concept whereby companies intregate social and environmental concerns in their business operations and in their interaction with their stakeholders on a voluntary basis”.

Yaitu, CSR merupakan sebuah konsep di mana perusahaan mengintegrasikan masyarakat dan lingkungan dalam kegiatan bisnis dan interaksi mereka, dengan para stakeholder dengan dasar sukarela.
CSR adalah pengambilan keputusan yang dikaitkan dengan nilai-nilai etika, memenuhi kaidah-kaidah dan keputusan hukum dan menghargai manusia, masyarakat dan lingkungan . Trinidad and Tobacco Bureau of Standard menyimpulkan CSR terkait dengan nilai dan standar yang dilakukan berkenaan dengan beroperasinya sebuah korporat, maka CSR diartikan sebagai komitmen usaha untuk bertindak etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan peningkatan kualitas hidup karyawan, komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas .
Dari berbagai definisi di atas, sejauh ini definisi yang banyak digunakan adalah pemikiran Elkington tentang triple bottom line. CSR adalah adanya segitiga dalam kehidupan stakeholders yang harus diperhatikan korporasi di tengah usahanya mencari keuntungan, yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial, yang kemudian diilustrasikan dalam bentuk segi tiga .
Gambar 1.1
Segitiga Dalam Kehidupan Stakeholders






Sumber : Majalah SWA Edisi 29/XXI/19

2. CSR dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
CSR merupakan wujud pelaksanaan pasal 33 (ayat 4) UUD 1945, tentang perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, dari kutipan pasal tersebut dapat di ambil garis besar terkait kalimat efisiensi keadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, yang mana dalam segala kegiatan perekonomian setiap jenis usaha harus menerapkan prinsip tersebut tidak terkecuali Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Istilah CSR di Indonesia menguat setelah di nyatakan dengan tegas dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007 yang belum lama ini disahkan DPR. Disebutkan bahwa PT yang menjalankan usaha di bidang dan /atau bersangkutan dengan Sumber Daya Alam wajib menjalankan Tanggung jawab social dan lingkungan (pasal 74 ayat 1).
Undang-Undang PT tidak menyebutkan secara rinci berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk CSR serta sanksi bagi yang melanggar. Pada ayat 2,3 dan 4 hanya disebutkan bahwa CSR “Dianggarkan dan di perhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memparhatikan kepatutan dan kewajaran”. PT yang tidak melakukan CSR dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan dan Perundang-Undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai CSR ini baru akan diatur oleh peraturan pemerintah, yang hingga kini sepengetahuan penulis, belum dikeluarkan.
Peraturan lain yang menyentuh CSR adalah Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 15 (b) menyatakan bahwa “Setiap Penanaman Modal berkewajiban melaksanakan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan.” Meskipun Undang-Undang ini telah mengatur Sanksi-sanksi secara terperinci terhadap Badan Usaha atau Usaha Perseroan yang mengabaikan CSR, Undang-Undang ini baru mampu menjangkau investor Asing dan belum mengatur secara tegas perihal CSR bagi Perusahaan Nasional.
Jika dicermati, Peraturan tentang CSR yang relative lebih terperinci adalah Undang-Undang No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. Undang-Undang ini kemudian dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan Menteri Negara BUMN No.04 Tahun 2007 yang mengatur mulai dari besaran dana hingga tata cara Pelaksanaan CSR. Seperti kita ketahui, CSR milik BUMN adalah Program Kemitraan dan Bina Linkungan (PKBL).
Dalam Undang-Undang BUMN dinyatakan bahwa selain mencari keuntungan, peran BUMN adalah juga memberikan bimbingan bantuan secara aktif kepada pengusaha golongan lemah, koperasi dan masyarakat. Selanjutnya, Peraturan Menteri Negara BUMN menjelaskan bahwa Sumber dana PKBL berasal dari penyisian laba bersih Perusahaan setelah pajak maksimal 2 persen yang dapat digunakan untuk Program Kemitraan atau pun Bina Lingkungan.

3. Corporate Social Responsibility (CSR) Sebagai Kebijakan Perusahaan
Keberadaan CSR adalah dalam rangka memperkuat keberlanjutan perusahaan di sebuah kawasan, dengan jalan membangun kerjasama antar stakeholders yang difasilitasi perusahaan tersebut dan menyusun program-program pengembangan masyarakat yang ada di sekitarnya, atau kemampuan perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan lingkungannya, komunitas dan stakeholders yang terkait, baik lokal, nasional, maupun global.
Hasil Konferensi Tingkat Tinggi Bumi (Earth Summit) di Rio de Jeneiro Brazilia (1992), menyetujui adanya perubahan pembangunan, dari pertumbuhan ekonomi (economic growth) menjadi pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Ada lima elemen sehingga konsep keberlanjutan menjadi penting, di antaranya adalah; (1) ketersediaan dana, (2) misi lingkungan, (3) tanggung jawab sosial, (4) terimplementasi dalam kebijakan (masyarakat, korporat, dan pemerintah), dan (5) mempunyai nilai keuntungan .
Model CSR membagi kewajiban perusahaan menjadi empat jenis tanggung jawab atau yang dikenal dengan model empat sisi, yaitu adanya empat tanggung jawab perusahaan yang bersifat ekonomis, artinya memperoleh laba bagi pemegang sahamnya; legal, mematuhi peraturan dan hukum (berhubungan dengan lingkungan, dan sebagainya) . Selain kewajiban ekonomis dan legal, ada kewajiban-kewajiban lain terhadap stakeholders di luar pemegang saham, yaitu ethical dimana perusahaan harus memenuhi kaidah-kaidah normatif. Seperti berlaku fair, transparan, tidak membeda-bedakan ras dan gender, dan tidak korupsi. Model tanggung jawab selanjutnya bersifat discretionary, yaitu tanggung jawab yang sebenarnya tidak harus dilakukan, tetapi atas kemauan sendiri misalnya pemberian beasiswa.
Sehubungan dengan praktik CSR, pengusaha dapat dikelompokkan menjadi empat, diantaranya: kelompok hitam, merah, biru dan hijau. Kelompok hitam adalah pengusaha yang tidak melakukan praktik CSR sama sekali, yaitu pengusaha yang menjalankan bisnis hanya untuk kepentingan sendiri. Kelompok ini sama sekali tidak peduli pada aspek lingkungan dan sosial di sekelilingnya dalam menjalankan usaha, bahkan tidak memperhatikan kesejahteraan karyawannya.
Kelompok merah adalah pengusaha yang mulai melaksanakan praktik CSR, tetapi memandangnya hanya sebagai komponen biaya yang akan mengurangi keuntungan. Aspek lingkungan dan sosial mulai dipertimbangkan, tetapi dengan terpaksa, dan biasanya dilakukan setelah mendapat tekanan dari pihak lain, seperti masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat. Kelompok ini umumnya berasal dari kelompok hitam yang mendapat tekanan dari stakeholders-nya, kemudian dengan terpaksa memperhatikan isu lingkungan dan sosial, termasuk kesejahteraan karyawan. CSR jenis ini kurang berdampak pada pembentukan image positif perusahaan karena masyarakat melihat kelompok ini memerlukan tekanan sebelum melakukan praktik CSR.
Kelompok ketiga adalah kelompok biru yaitu pengusaha yang menganggap praktik CSR akan memberi dampak positif (return) terhadap usahanya, dan menilai CSR sebagai investasi, bukan biaya. Oleh karena itu, kelompok ini secara sukarela dan sungguh-sungguh melaksanakan praktik CSR dan yakin investasi sosial ini akan memperlancar operasional usaha. Perusahaan akan mendapatkan image positif karena masyarakat menilai pengusaha tersebut membantu dengan sungguh-sungguh. Seperti halnya investasi, kelompok ini menganggap praktik CSR sebagai investasi sosial jangka panjang.
Kelompok keempat, kelompok hijau, merupakan kelompok yang sungguh-sungguh dan sukarela melaksakan praktik CSR. Pengusaha ini menempatkan CSR sebagai nilai inti dan menganggap sebagai suatu keharusan, bahkan kebutuhan, dan menjadikannya sebagai modal sosial (equity). Oleh karena itu, pengusaha ini yakin bahwa tanpa melaksanakan CSR, tidak memiliki modal yang harus dimiliki dalam menjalankan usahanya. Pengusaha tersebut sangat memperhatikan aspek lingkungan, sosial dan kesejahteraan karyawannya serta melaksanakan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Kelompok ini juga memasukkan CSR sebagai bagian yang terintegrasi ke dalam bisnis atas dasar kepercayaan bahwa suatu usaha harus mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial, yaitu kepercayaan bahwa ada nilai tukar (trade-off) atas triple bottom line (aspek ekonomi, lingkungan dan sosial). Sebagai hasilnya, kelompok ini tidak saja mendapatkan image positif, tetapi juga kepercayaan dari masyarakat yang selalu siap mendukung keberlanjutan usaha kelompok ini.
Ada dua motivasi utama yang mendasari kalangan bisnis menerima konsep CSR. Pertama, akomodasi, yaitu kebijakan bisnis yang hanya bersifat kosmetik, superficial, dan parsial. CSR dilakukan untuk memberi kesan sebagai korporasi yang peduli terhadap kepentingan sosial. Realisasi CSR yang bersifat akomodatif tidak melibatkan perubahan mendasar dalam kebijakan bisnis korporasi sesungguhnya. Kedua, legitimasi, yaitu motivasi yang bertujuan untuk mempengaruhi wacana .
Dari hasil survey yang dilakukan oleh majalah SWA dalam CSR Award 2005, perusahaan-perusahaan di Indonesia banyak yang sudah menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR), karena 80% perusahaan mengganggap CSR penting bagi perusahaan. Selain itu, 48,89% responden memasukkan unsur-unsur CSR kemudian menjadikan CSR sebagai bagian dari visi dan misi perusahaan . Selain menjadikan CSR sebagai visi dan misi, perusahaan juga menjadikannya sebagai strategi bisnis. Ada beberapa alasan perusahaan menjalankan CSR, yaitu sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan, agar perusahaan dapat terus beroperasi, nilai tambah bagi stakeholders, strategi perusahaan, tumbuh dan berkembang bersama masyarakat, implementasi nilai-nilai perusahaan serta karena alasan kewajiban.
Ada beberapa cara perusahaan dalam memandang aktivitas CSR antara lain; pertama, sebagai strategi perusahaan yang pada akhirnya dapat mendatangkan keuntungan. Kedua, sebagai compliance atau kewajiban karena akan ada hukum yang memaksa untuk menerapkan konsep CSR tersebut. Ketiga, sebagai beyond compliance yaitu perusahaan merasa sebagai sebagian dari komunitas yang secara sadar dianggap sebagai sesuatu yang penting.
Cara perusahaan memandang CSR ada tujuh yaitu: pertama, sebagai kewajiban dan tanggung jawab perusahaan; kedua, agar perusahaan dapat terus beroperasi; ketiga, implementasi nilai-nilai perusahaan; keempat, meningkatkan citra perusahaan; kelima, kegiatan kepedulian perusahaan terhadap masyarakat; keenam, program untuk menjadikan masyarakat lebih mandiri; dan terakhir, hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan lingkungan .
Pandangan lain tentang CSR oleh Prince of Wales International Business Forum yang dipromosikan oleh IBL (Indonesia Business Links) lewat lima pilar antara lain :
1. Building Human Capital, yaitu menyangkut kemampuan perusahaan untuk memiliki dukungan sumber daya manusia yang handal (internal) dan eksternal (masyarakat sekitar).
2. Strengthening economies, yaitu memberdayakan ekonomi komunitas.
3. Assessing social cohession, yaitu perusahaan menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitar agar tidak menimbulkan konflik.
4. Encouraging good governance, artinya perusahaan dijalankan dalam tata pamong yang baik.
5. Protecting the environment, artinya perusahaan harus menjaga kelestarian lingkungan.
4. Program yang Dijalankan Perusahaan dalam Corporate Social Responsibility (CSR)
Program-program CSR yang dijalankan perusahaan meliputi bidang sosial, lingkungan, dan ekonomi . Program-program bidang sosial antara lain: pelayanan dan kampanye kesehatan, beasiswa pendidikan, pembangunan dan renovasi sarana sekolah, sumbangan sosial untuk bencana alam, sekolah binaan serta pendidikan dan pelatihan teknologi informasi.
Program-program CSR yang dijalankan perusahaan dalam bidang ekonomi antara lain: pemberdayaan dan pembinaan UKM dan pengusaha, kemitraan dalam penyediaan kebutuhan dan bahan baku produksi, kredit pembiayaan dan bantuan modal untuk pengembangan usaha, pengembangan agrobisnis, serta pemberdayaan dan pengembangan tenaga kerja lokal. Sedangkan program CSR dalam bidang lingkungan adalah pembinaan dan kampanye lingkungan hidup, kesehatan, pengelolaan lingkungan fisik agar lebih asri, pengelolaan limbah, pembangunan sarana air bersih, penanaman pohon atau penghijauan dan pertanian anorganik. Program-program CSR ini biasanya dijalankan dalam waktu yang berbeda-beda sesuai dengan perusahaan masing-masing: kurang dari 1 tahun, 1-2 tahun, 3-5 tahun, 6-7 tahun, 8-10 tahun serta lebih dari 11 tahun.
CSR dipraktekkan dalam tiga wilayah atau area antara lain : di tempat kerja, seperti aspek keselamatan kerja, pengembangan skill karyawan dan kepemilikan saham. di komunitas, antara lain dengan memberikan beasiswa dan pemberdayaan ekonomi pada masyarakat. terhadap lingkungan, antara lain pelestarian lingkungan dan proses produksi yang ramah lingkungan.
Pelaksanaan program-program CSR dapat dilakukan perusahaan dengan cara bekerja sama dengan pihak lain, yayasan yang bekerjasama dengan pihak ketiga, yayasan milik perusahaan, pihak ketiga dan dilakukan oleh perusahaan itu sendiri.

5. Stakeholders
Dalam prinsip responsibility, penekanan yang signifikan diberikan pada kepentingan stakeholders perusahaan. Perusahaan diharuskan memperhatikan kepentingan stakeholders, menciptakan nilai tambah (value added) dari produk, dan memelihara kesinambungan nilai tambah yang diciptakannya. Perusahaan dapat didefinisikan sebagai pihak-pihak yang berkepentingan terhadap eksistensi perusahaan. Termasuk di dalamnya adalah karyawan, konsumen, pemasok, masyarakat, lingkungan sekitar, dan pemerintah sebagai regulator. CSR sebagai sebuah gagasan, perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang berpedoman pada single bottom line, yaitu nilai perusahaan (corporate value) yang direfleksikan dalam kondisi keuangannya (financial) saja. Tetapi tanggung jawab perusahaan harus berpedoman pada triple bottom lines. Di sini bottom lines selain finansial adalah sosial dan lingkungan.
Lingkungan yang berpengaruh langsung terhadap perusahaan adalah pihak yang berkepentingan (stakeholder) dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Eksternal stakeholder
Pihak yang berkepentingan eksternal antara lain:
a) Pelanggan, menukarkan sumber daya dengan barang atau jasa yang dihasilkan oleh dunia usaha, pelanggan bisa perorangan maupun lembaga.
b) Pemasok, dengan adanya faktor-faktor produksi memungkinkan dunia usaha melakukan kegiatan produksi.
c) Pemerintah, bertindak untuk membantu dan melindungi industri dengan peraturan dan undang-undang.
d) Kelompok khusus, misalnya pecinta alam yang peduli terhadap kelestarian alam dan lingkungan.
e) Lembaga konsumen, dengan memperhatiakan dan membela hak konsumen, contoh: lembaga perlindungan konsumen.
f) Serikat pekerja, berkenaan dengan penentuan upah kondisi kerja dan sebagainya.
g) Lembaga keuangan, misalnya, bank, lembaga sewa guna yang dapat membantu dalam pemenuhan modal.
2. Internal stakeholder
Pihak yang berkepentingan internal atau stakeholder, terdiri dari :
a) Karyawan, dengan keterampilan dan pendidikan yang memadai akan sangat membantu dunia usaha dalam menjalankan usahanya.
b) Pemegang saham dan dewan direksi, struktur yang mengatur perusahaan publik yang memungkinkan pemegang saham untuk mempengaruhi suatu perusahaan dengan menggunakan hak suara.

B. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Berdasarkan Undang-Undang No 19 Tahun 2003, Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Selanjutnya dalam Pasal 1 Butir 2 dijelaskan bahwa Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. Dalam hal ini PT PLN Persero adalah salah satu BUMN
Dalam kaitannya dengan CSR, BUMN merupakan wujud pelaksanaan pasal 33 (ayat 4) UUD 1945, tentang perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, dari kutipan pasal tersebut dapat di ambil garis besar terkait kalimat efisiensi keadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, yang mana dalam segala kegiatan perekonomian setiap jenis usaha harus menerapkan prinsip tersebut tidak terkecuali BUMN.
Aturan terkait tanggung jawab perusahaan sebagai bentuk BUMN lebih lanjut diatur dalam Undang –Undang No 19 Tahun 2003 Tentang BUMN, dan pelaksanaannya dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan Menteri Negara BUMN No.05 Tahun 2007 yang mengatur terkait tanggung jawab perusahaan BUMN pada lingkungan dan sosial atau yang populer disebut CSR mulai dari besaran dana hingga tata cara pelaksanaannya.

C. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET)
1. Definisi SUTET
Pembangunan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi yang selanjutnya disebut SUTET didasarkan pada Pasal 8 UU No 20/2002 yang menyebutkan bahwa usaha ketenagalistrikan terdiri dari dua kelompok . Pertama, usaha penyediaan tenaga listrik yang meliputi pembangkitan, transmisi, distribusi, penjualan, agen penjualan, pengelola pasar, dan pengelola sistem. Kedua, usaha penunjang tenaga listrik yang mencakup jasa penunjang dan industri penunjang. Jasa penunjang antara lain berupa konsultasi, pembangunan, pemasangan, pengujian, pengoperasian, dan pemeliharaan instalasi, serta jasa terkait lainnya. Industri penunjangnya terdiri atas industri peralatan dan industri pemanfaatan tenaga listrik.
Menurut Rancangan Undang-undang Tentang Ketenagalistrikan, Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) adalah transmisi tenaga listrik yang menggunakan konduktor di udara bertegangan nominal 500 kV yang selanjutnya disebut SUTET. Sedangkan transmisi tenaga listrik adalah penyaluran tenaga listrik dari suatu sumber pembangkitan ke suatu sistem distribusi atau kepada konsumen, atau penyaluran tenaga listrik antar sistem. Konduktor adalah pilinan kawat yang dipergunakan untuk menyalurkan energi listrik. Karena dirasa undang-undang tersebut di atas tidak memberi ruang gerak pada investor maka Mahkamah Konstitusi membatalkan undang-undang tersebut dan kembali merujuk pada undang-undang No 15 tahun 1985 tentang ketenagalistrikan yakni pada pasal 6. Dan apabila terjadi konflik terkait SUTET Keputusan Menteri pertambangan dan energi no 975 K/47/MPE/1999 yang dipakai.
Menurut Wardhana, pengamat dan penulis masalah lingkungan, masalah radiasi tegangan tinggi sudah dipikirkan oleh para ahli, sejak James Clark Maxwell mengumumkan teorinya tentang “A dynamic theory of the electromagnetic field”, suatu teori revolusioner tentang pergeseran arus yang diramalkan dapat menimbulkan gelombang elektromagnet yang merambat dengan kecepatan cahaya. Pada waktu teori tersebut diumumkan tahun 1865, Maxwell belum menyebutnya sebagai suatu radiasi. Secara teoritis, elektron yang membawa arus listrik pada jaringan tegangan tinggi akan bergerak lebih cepat bila perbedaan tegangannya makin tinggi. Elektron yang membawa arus listrik pada jaringan interkoneksi dan juga pada jaringan transmisi, akan menyebabkan timbulnya medan magnet maupun medan listrik. Elektron bebas yang terdapat dalam udara di sekitar jaringan tegangan tinggi, akan terpengaruh oleh adanya medan magnet dan medan listrik, sehingga gerakannya akan makin cepat dan hal ini dapat menyebabkan timbulnya ionisasi di udara. Ionisasi terjadi karena elektron sebagai partikel yang bermuatan negatif dalam gerakannya bertumbukan dengan molekul-molekul udara sehingga timbul ionisasi berupa ion-ion dan elektron baru. Proses ini akan terus berjalan selama ada arus pada jaringan tegangan tinggi yang mengakibatkan ion dan elektron menjadi berlipat ganda terlebih lagi bila gradien tegangannya cukup tinggi. Udara yang lembab karena adanya pepohon di bawah jaringan tegangan tinggi akan lebih mempercepat terbentuknya pelipatan ion dan elektron yang disebut dengan avalanche. Akibat ion yang menggandakan diri dan elektron ini (peristiwa avalanche) akan menimbulkan korona berupa percikan busur cahaya yang seringkali disertai pula dengan suara mendesis dan bau khusus yang disebut dengan bau ozone. Peristiwa avalanche dan timbulnya korona akibat adanya medan magnet dan medan listrik pada jaringan tegangan tinggi inilah yang sering disamakan dengan radiasi gelombang elektromagnet atau radiasi tegangan tinggi .
Amerika Serikat sebagai negara industri yang banyak menggunakan jaringan tegangan tinggi, telah menetapkan batas aman sebesar 0,2 mikro Weber/m2. Sedangkan Rusia menetapkan batas aman radiasi tegangan tinggi dengan faktor 1000 lebih rendah dari yang telah ditetapkan Amerika Serikat. Adanya perbedaan penetapan batas aman ini disebabkan oleh penelitian mengenai dampak radiasi tegangan tinggi terhadap manusia masih belum selesai dan terus dilakukan.
Bahaya listrik pada tegangan ekstra tinggi yang paling dominan adalah gradien tegangan ekstra tinggi itu sendiri terhadap mahluk hidup maupun terhadap benda-benda lain yang berada pada daerah sekitarnya. Sebagai contoh SUTET dimana saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat telanjang (penghantar) di udara bertegangan diatas 245kV sesuai dengan standar di bidang ketenagalistrikan. Bahaya langsung terhadap tegangan ekstra tinggi terhadap manusia atau makhluk hidup lainnya adalah sengatan langsung jika bersentuhan atau memegang tegangan ekstra tinggi, ataupun terkena tegangan sisa pada instalasi tenaga listrik.

2. Ruang Bebas dan Ruang Aman SUTET
Ruang bebas adalah ruang di sekeliling penghantar (kawat listrik) SUTET yang besarnya tergantung besarnya tegangan, tekanan angin dan suhu penghantar. Ruang tersebut harus dibebaskan dari orang, makhluk hidup lain maupun benda apapun demi keselamatan orang, makhluk dan benda lain tersebut demikian pula keamanan dari SUTET itu sendiri.
Ruang bebas SUTET diatur dalam Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi nomor 01.P/47/MPE/1992 tentang Ruang bebas SUTT dan SUTET untuk Penyaluran Tenaga Listrik . peraturan ini dipakai sebagai acuan dalam melaksanakan pembangunan SUTET khususnya untuk jarak bebas minimum antara penghantar bertegangan dengan tanah dan benda lain seperti terlihat pada tabel 1.1. jiwa dari peraturan ini adalah sebagai kompromi antara kebutuhan masyarakat untuk membangun perumahan/ kegiatan disekitar SUTET dengan pemerintah untuk membangun jaringan transmisi tenaga listrik.
Peraturan tersebut diperlukan sebagai rambu-rambu disamping untuk mengamankan masyarakat akibat beroperasinya SUTET tetapi juga untuk mengamankan pengoperasian SUTET itu sendiri.
Tabel 1.1.
Ruang Bebas SUTET
Sesuai PERMEN PE No.01.P/47/MPE/1992
Jarak
SUTET Bebas
(dalam Minimum
meter)
Lokasi Ganda Tunggal
1 lapangan Terbuka 10 11
2 Daerah Bangunan tidaak tahan api 14 15
Keadaan Bangunan tahan api 8,5 8,5
Tertentu Jalan raya 15 15
Hutan, perkebunan 3,5 3,5
Lapangan olga 14 15
SUTT lain, penghantar udara tegangan rendah, jaringan telekomunikasi, antena radio,televisi, kereta gantung 8,5 8,5
Rel kereta biasa 15 15
Jembatan besi, rangka besi, dls 8,5 8,5
Titik tertinggi tiang kapal pada kedudukan air pasang 8,5 8,5


Ruang aman adalah ruang yang berada diluar ruang bebas yang tanahnya masih dapat dimanfaatkan. Dalam ruang aman pengaruh medan listrik dan kuat medan magnet sudah dipertimbangkan dengan mengacu pada peraturan yang berlaku. Untuk mendirikan bangunan didalam ruang aman, tetap diperlukan IMB dari Pemda.
Faktor-faktor yang menentukan Ruang Bebas dan Ruang Aman adalah:
1. Tegangan; makin besar tegangan yang bekerja pada penghantar makin besar jarak bebas minimum (clearance) yaitu jarak terpendek diijinkan antara kawat penghantar dan benda atau kegiatan lainnya.
2. Angin; makin besar tekanan angin, makin besar ayunan kawat penghantar ke kiri atau ke kanan.
3. Suhu kawat penghantar; makin besar suhu yang mempengaruhi kawat penghantar makin mengendor kawat penghantar tersebut, sehingga andongannya menjadi lebih besar, hal ini sudah diperhitungkan pada saat mendesain SUTET tersebut.

3. Dampak yang Menyebabkan Konflik SUTET
Konflik akibat SUTET sudah terjadi di berbagai daerah, misalnya ketika permukiman warga Kabupaten Gresik, Jatim, dibangun SUTET 500 KV tahun 1995. Banyak warga memilih tidur di bawah tenda sebagai pernyataan protes, bahkan mengirimkan surat kepada badan kesehatan dunia WHO, badan dana anak-anak UNICEF serta Komnas HAM. Bahkan di beberapa daerah telah terjadi aksi mogok makan dan jahit mulut sebagai aksi untuk menuntut ganti rugi yang menurut masyarakat kurang.
Konflik lain terjadi pada 20 Januari 2006, sekitar 200 warga Kampung Nagrak Desa Nanjung Mekar Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung melakukan aksi pembakaran ban di bawah tower SUTET dan membongkar sebuah besi penyangga tower yang berkekuatan 500 kV, perusakan menara SUTET oleh masyarakat lainnya sebelumnya terjadi di Desa Cisaat, Kecamatan Waled, Kabupaten Cirebon. Apa yang dilakukan masyarakat itu sebagai wujud kekecewaan atas sikap PT PLN Persero yang tidak mau bekerjasama saat pembangunan SUTET, yaitu kurangnya mengkomunikasikan proyek pembangunan tersebut kepada masyarakat . Di Desa Waringin Jaya, Kecamatan Bojonggede Kabupaten Bogor, masyarakat berusaha menggergaji dan menggali menara listrik yang melintas pemukiman mereka. Bahkan masyarakat mengatakan berbagai penderitaan akibat SUTET, yaitu telah ada yang meninggal dunia ketika hujan turun tepat di bawah tiang listrik. Puluhan warga Degolan, Desa Bumirejo, Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulonprogo terlihat bergerombol di sekitar tower SUTET yang berdiri tegak di wilayah tersebut dengan membawa sabit, mereka terus menyuarakan bunyi-bunyian tanda protes. Bahkan, ada di antara mereka nekat memanjat tower dan bertahan cukup lama di atasnya. Tujuannya, tidak lain untuk menghentikan pekerjaan pemasangan anting-anting tower yang merupakan kelengkapan jaringan SUTET.
Permasalahan-permasalahan di atas sangat merugikan kedua belah pihak baik masyarakat maupun PT PLN Persero karena masyarakat yang mencoba melakukan perusakan tower SUTET bisa dijerat Undang-Undang (UU) No. 15 Tahun 2003, pelaksanaan UU No. 1 tahun 2002 tentang Terorisme. Selain itu, juga bisa dijerat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 408 dan pasal 406 dengan ancaman hukuman penjara masing-masing empat tahun penjara dan dua tahun delapan bulan karena perbuatan itu termasuk kategori membahayakan obyek vital dan strategis milik negara dengan ancaman pidana hukuman seumur hidup atau pidana mati. Selain itu perusakan instalasi SUTET termasuk tindakan sabotase negara karena bila tower SUTET 500 Kv sampai roboh atau rusak, akan terjadi pemadaman listrik yang meluas, akibatnya akan melumpuhkan perekonomian dan menimbulkan kerawanan sosial dan keamanan. Hal ini tidak hanya merugikan PT PLN Persero akibat berkurangnya keuntungan yang diperoleh, namun akan terjadi pemadaman total yang akan menghambat segala aktivitas yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat sendiri. Selain itu ada dampak buruk jika SUTET tidak dibangun antara lain: daya dari pembangkit non BBM yang akan dibangun tidak tersalurkan, keandalan sistem menurun, daya listrik yang disalurkan terbatas, penambahan pelanggan baru sulit dipenuhi, permintaan tambah daya konsumen sulit dipenuhi, rawan terhadap pemadaman, dan pertumbuhan sentra industri terhambat yang akan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi.
Terjadinya tuntutan ganti rugi ini disebabkan adanya perbedaan dasar hukum yang dijadikan pedoman antara masyarakat dengan PT PLN Persero. Masyarakat korban SUTET menuntut ganti rugi dengan mengacu pada UU No.15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan yaitu pasal 12, sementara pemerintah yaitu pihak PT. PLN Persero berpedoman pada Permentamben No 01.P/47/MPE/1992 dan Kepmentamben 975.K/47/MPE/1999 yang mengatur tata cara mengenai ganti rugi dan kompensasi tersebut. Ganti rugi dan kompensasi yang diatur dalam Kepmentamben tersebut lebih rendah dari ganti rugi dan kompensasi yang diatur dalam Undang-Undang No.15 Tahun 1985. Bagi warga yang keberatan pemerintah memberikan kompensasi, sedang warga yang tidak keberatan kompensasi tidak diberikan. Besar kompensasi itu adalah bangunan permanen Rp25.000 per m2, semi permanen Rp22.500 per m2 dan panggung Rp20.000 per m2. Warga menuntut Rp100.000-Rp200.000 untuk semua lahan yang terkena jalur SUTET .
Selain itu, pada tahun 1992 dikeluarkan Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi No.01.P/47/MPE/1992 tentang Ruang Bebas bagi Penyaluran Tenaga Listrik. Peraturan ini menyatakan bahwa tidak mewajibkan pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan untuk memberikan ganti rugi selama bangunan atau benda apa pun tidak termasuk ke dalam ruang bebas atau dengan kata lain bangunan atau benda berada di ruang aman. Pada tahun 1999 Permentamben No.01.P/47/MPE/1992 diubah oleh Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi No.975K/47/MPE/1999. Baik Permentamben tahun 1992 maupun Kepmentamben tahun 1999 isinya adalah bertentangan dengan Pasal 12 UU No. 15/1985, karena hanya memberi ganti rugi dan membebaskan tanah, bangunan dan tumbuh-tumbuhan di atas tapak penyangga SUTET.




















BAB III
METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan
Penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode pendekatan penelitian yuridis sosiologis. Yuridis yaitu kajian hukum tentang aturan CSR pada perilaku (behavior) anggota masyarakat dalam hubungan hidup masyarakat. Perilaku yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perilaku perusahaan sebagai bagian dari masyarakat . Sehingga yuridis sosiologis artinya implementasi peraturan mengenai CSR sebagai aturan hukum pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), khususnya PT PLN Persero UPT Malang pada masyarakat

B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT PLN Persero UPT Malang, yang mana PT PLN Persero UPT Malang termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan alasan bahwa PT PLN Persero UPT Malang Memiliki Banyak Tower Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) dan belum pernah terjadi konflik secara signifikan tentunya ada strategi perusahaan yang dituangkan dalam program tertentu untuk mencegah konflik. Selain itu peneliti ingin meneliti terkait pelaksanaan CSR pada PT PLN Persero UPT Malang yang mana selama ini belum pernah diteliti. Sehingga penulis tertarik untuk mengangkat.
C. Jenis Dan Sumber Data
1. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data primer dan data sekunder.
a. Data primer
Data primer dikumpulkan penulis secara langsung dari responden di lapangan, yaitu para pihak yang terkait dengan topik yang dijadikan penelitian yaitu masyarakat sekitar SUTET dan Pihak PT PLN Persero UPT Malang.
b. Data sekunder
Data sekunder tersebut berupa literatur; peraturan perundang-undangan terkait BUMN dan PT; artikel-artikel terkait CSR dan pelaksanaannya; makalah-makalah terkait PT PLN dan CSR; hasil penelitian Terkait PT PLN dan CSR; dokumen-dokumen PT PLN Persero UPT Malang; dan sumber-sumber tertulis lainnya yang erat dan terkait dengan permasalahan dalam penelitian.
2. Sumber Data
a. Data primer
Pada sumber data ini meliputi data yang diperoleh langsung melalui penelitian pada lokasi penelitian yang telah ditentukan serta wawancara langsung pada pihak-pihak yang terkait dalam hal ini PT PLN Persero UPT Malang khususnya Bagian K2 dan Lingkungan.


b. Data sekunder
Sumber data sekunder dalam penelitian ini berasal dari : studi kepustakaan yang berupa buku atau literatur, penelusuran situs internet, dan penelusuran peraturan perundang-undangan dari berbagai sumber yang berkaitan dengan penelitian

D. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan gejala atau satuan yang ingin di teliti, sedangkan sampel adalah bagian dari populasi yang ingin diteliti. Populasi dalam penelitian ini adalah PT PLN Persero UPT Malang. Sampelnya adalah PT PLN Persero UPT Malang Bagian K2 dan Lingkungan, dan dengan responden kunci masyarakat sekitar SUTET yang peneliti wawancarai secara acak. Teknik pengambilan sampel yang aka digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling atau sampel bertujuan, yaitu penelitian dalam menentukan sampel dan jumlahnya berdasarkan atas tujuan-tujuan yang memang dikehendaki peneliti atau dilakukan secara sengaja. Adapun yang akan menjadi responden dalam penelitian ini yaitu pihak-pihak yang terkait langsung dengan pelaksanaan Corporate Social Responsibility (CSR) pada bagian K2 dan lingkungan (Keselamatan Kelistrikan dan Lingkungan) PT PLN Persero UPT Malang dan masyarakat sekitar SUTET yang peneliti wawancarai secara acak.

E. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini dibedakan berdasar jenis data yang meliputi data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Untuk jenis data primer menggunakan teknik pengumpulan data melalui wawancara terbuka atau tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengambilan datanya. Pedoman wawancara hanya berupa garis-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan, yaitu suatu cara untuk mengumpulkan data yang diperlukan di luar study kepustakaan dengan mengadakan tatap muka dengan bagian K2 dan lingkungan PT PLN Persero UPT Malang.
Teknik wawancara yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam yaitu suatu proses Tanya jawab secara lisan yang bersifat terbuka, dialogis, dan sistematis dengan mempersiapkan terlebih dahulu pertanyaan-pertanyaan sebagai pedoman (pedoman wawancara) tetapi masih dimungkinkan adanya pertanyaan diluar pedoman wawancara yang relevan dengan obyek yang diteliti.



2. Data Sekunder
Untuk jenis data sekunder peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara melakukan penelusuran kepustakaan yaitu cara unuk mendapatkan data yang terdapat dalam buku kepustakaan yang dilakukan di Pusat Dokumentasi Ilmu Hukum (PDIH), perpustakaan Pusat Universitas Brawijaya, Perpustakaan Universitas Lain, dan Perpustakaan Kota Malang.
Selain itu juga dari penelusuran peraturan perundang-undangan dan penelusuran situs-situs internet yang ada hubungannya dengan penelitian. Hal tersebut dilakukan dengan jalan membaca, mempelajari, dan mengumpulkan teori-teori dari buku atau literature serta berbagai sumber lainnya yang ada hubungannya dengan penelitian sebagai pendukung penelitian ini.

F. Teknik Analisis
Bahan hukum yang didadapat dalam penelitian ini akan dianalisa dengan metode (deskriptif anlysis), yaitu eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang di teliti . Tipologi dari penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan secara tepat sifat individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau menentukan frekuensi suatu gejala. terhadap bahan hukum yang berkaitan dengan Corporate Social Responsibility (CSR) pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait PT PLN Persero UPT Malang dalam mencegah konflik Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET).

G. Definisi Operasional
1. Implementasi
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, implementasi diartikan sebagai pelaksanaan atau penerapan. Implementasi yang dimaksud adalah sebagai bentuk pelaksanaan Pasal 74 Undang-undang No 40 Tahun 2007 yang mengakomodasi prinsip Corporate Social Responbility (CSR) oleh PT PLN Persero.
2. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Berdasarkan undang-undang No 19 Tahun 2003, Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
Selanjutnya dalam Pasal 1 Butir 2 dijelaskan bahwa Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.Dalam hal ini PT PLN Persero adalah Salah Satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
3. Corporate Social Responsibility (CSR)
Dalam undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menterjemahkan istilah CS) sebagai tanggung jawab social dan lingkungan, yaitu komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.














BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Perkembangan PT PLN Persero
Listrik telah menjadi kebutuhan yang sangat penting dalam memenuhi kebutuhan primer, yakni pangan, sandang, dan papan. Listrik berperan besar atas kemajuan di berbagai bidang, yaitu sebagai salah satu infrastruktur yang menjadi tumpuan dalam upaya meningkatkan kualitas hidup atau kesejahteraan manusia, serta sebagai pendorong berbagai kegiatan ekonomi.
Sejak tahun 1945 jasa ketenagalistrikan di Indonesia ditangani oleh negara. Pada 27 Oktober 1945 dibentuk Jawatan Listrik dan Gas. Lalu pada 1 Januari 1961 dikembangkan menjadi BPU Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan 28 Desember 1964 dibentuk PLN dan Perusahaan Gas Nasional (PGN). Tahun 1972 PLN berstatus sebagai perusahaan umum (Perum) dan pada Juni 1994 berubah lagi menjadi perusahaan perseroan (Persero) sampai sekarang, dengan konsekuensi berorientasi pada profit meskipun tidak bisa lepas dari tugas negara sebagai penyedia jasa layanan listrik bagi masyarakat.
Pada tahun 1992 pihak swasta mulai diperbolehkan turut serta dalam bisnis penyediaan listrik sehingga monopoli dalam bisnis tersebut berkurang. Sehingga beban PT PLN Persero untuk menjangkau seluruh wilayah Indonesia menjadi berkurang. Salah satu perkembangan baru yang dimuat dalam undang-undang sebagaimana tertera pada bagian penjelasan UU Nomor 20 Tahun 2002 adalah pelibatan sektor swasta dan koperasi dalam usaha ketenagalistrikan yang menyatakan bahwa dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga listrik secara lebih merata, adil, dan untuk lebih meningkatkan kemampuan negara dalam hal penyediaan tenaga listrik dapat diberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi atau swasta untuk penyediaan tenaga listrik berdasarkan izin usaha penyediaan tenaga listrik. Untuk penyediaan tenaga listrik skala kecil, prioritas diberikan kepada badan usaha kecil dan menengah.
Tujuan pemerintah melakukan restrukturisasi sekaligus liberalisasi ketenagalistrikan dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa penyediaan listrik nasional harus diselenggarakan secara efisien melalui transparansi dan kompetisi dalam iklim usaha yang sehat dengan cara memberikan peluang yang sama kepada para pelaku usaha ketenagalistrikan. Terbukti dengan diberlakukannya UU No 15 tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan yang salah satu tujuannya adalah agar listrik lebih cepat menjangkau seluruh wilayah Indonesia.
Program PT PLN Persero didasarkan pada Pasal 6 UU No 15/1985 yang disebutkan bahwa usaha ketenagalistrikan terdiri dari dua kelompok. Pertama, usaha penyediaan tenaga listrik yang meliputi pembangkitan, transmisi, distribusi, penjualan, agen penjualan, pengelola pasar, dan pengelola sistem. Kedua, usaha penunjang tenaga listrik yang mencakup jasa penunjang dan industri penunjang. Jasa penunjang antara lain berupa konsultasi, pembangunan, pemasangan, pengujian, pengoperasian, dan pemeliharaan instalasi, serta jasa terkait lainnya. Industri penunjangnya terdiri atas industri peralatan dan industri pemanfaatan tenaga listrik. Sehingga untuk memenuhi penyediaan tenaga listrik agar distribusi listrik tersebut dapat menjangkau seluruh masyarakat maka diperlukan suatu interkoneksi yang disebut Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET).
Kegiatan di sektor ketenagalistrikan sangat berkaitan dengan masyarakat lokal dan pemerintah daerah. Selama ini keberadaan industri ketenagalistrikan telah memberikan dampak yang positif bagi stakeholders, meliputi karyawan, pemegang saham, konsumen, supplier, masyarakat lokal, pemerintah daerah maupun kepentingan nasional secara keseluruhan. Namun demikian dalam pelaksanaannya, kendala dalam berbagai bentuk selalu dihadapi. Kendala tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan konflik terutama dengan masyarakat lokal. Kesadaran bersama yang terbangun karena tinggi dan bebasnya arus informasi selama ini telah menimbulkan berbagai permasalahan di sektor ketenagalistrikan. Diantaranya, isu-isu mengenai lingkungan hidup, demokratisasi, dan hak asasi manusia yang berpengaruh terhadap sektor ketenagalistrikan.

B. Permasalahan Antara PT PLN Persero UPT Malang dengan Masyarakat yang Ditimbulkan SUTET
Adapun konflik yang ditimbulkan oleh SUTET antara lain :
1. Lahan yang tersedia semakin sempit akibat pesatnya perkembangan di segala bidang, begitu juga pertumbuhan penduduk yang cukup besar, sehingga jalur yang dilalui SUTET kemungkinan tidak dapat dihindari dan terpaksa harus melewati daerah dengan keadaan tertentu, seperti daerah pemukiman yang tepat. Konflik tersebut berhubungan dengan masalah kesehatan dan ekonomi.







Gb. 1.2. Penulis saat wawancara dengan warga yang tanahnya tidak dibeli PT PLN Persero padahal dekat tower SUTET

2. Dalam hal kesehatan, adanya isu yang menyebutkan bahwa radiasi elektromagnetik yang ditimbulkan SUTET dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, leukimia, kemandulan, penurunan kekebalan tubuh, lambatnya pertumbuhan, juga kelainan otak dan resiko serangan jantung. Laporan Dewan Perlindungan Radiasi Nasional Amerika Serikat (1995) menyebutkan bahwa paparan medan elektromagnetik yang sedikit pun pada tubuh manusia dapat menimbulkan gangguan berjangka panjang .
Dari hasil penelitian lapang, penulis dapatkan hasil bahwa di sekitar area SUTET Dsn Kluwud RT 02 RW 02 Ds Curah banyak Kec Wonorejo Kab Pasuruan bahwa gejala yang di timbulkan SUTET antara lain bau sangit yang menyerupai barang terbakar yang menyebabkan pusing-pusing. Dan yang paling mencengangkan dari wawancara penulis pada Bpk Dahlan dan Ibu yang tinggal tepat di bawah SUTET




Gb. 1.3 Peneliti saat wawancara dengan warga yang terkena tumor yang menurut-Nya disebabkan SUTET

Keterangan dari bapak dahlan dikuatkan kesaksian dari warga sekitar yakni Bpk Pakih, Yasin, Salam, Djaelani.Dari Keterangan Ibu Eli yang tinggal tidak jauh dari tower SUTET mengatakan :






Gb. 1.4 Peneliti saat wawancara dengan warga yang terkena lumpuh yang menurut-Nya disebabkan SUTET

Selain itu hasil penelitian di sekitar area SUTET Dsn Curahsudo Ds Curahrejo Kec. Sukorejo Kab Pasuruan menyatakan bahwa anak-anak balita yang tinggal di bawah SUTET sebagian besar sering mengalami step. Keterangan Bpk Hamid dan dikuatkan oleh Bpk. Sutikno, Bpk. Suri, Bpk. Hisa Matali menyatakan :




Selain itu, konflik SUTET terjadi akibat kurangnya sosialisasi tentang pembangunan tower SUTET dan dampak negatif yang mungkin timbul di kemudian hari.
3. Konflik yang berhubungan dengan ekonomi adalah banyaknya masyarakat yang menuntut ganti rugi atas tanah dan bangunan yang dirasakan kurang karena tanah yang dilalui jaringan SUTET mempunyai nilai jual yang rendah dan tanah tersebut dianggap berbahaya akibat adanya radiasi elektromagnetik. Dari hasil wawancara hampir semua warga yang rumahnya dilalui SUTET mendapatkan dana kompensasi rata-rata Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) namun dalam pelaksanaannya banyak penyelewengan yang dilakukan PT PLN Persero UPT Malang antara lain:
a. Dana kompensasi dikenai potongan 40% yang mana warga masyarakat tidak diberi tahu alasan pemotongan.
b. Pihak PT PLN Persero UPT Malang memasukkan dalam data nama keluarga palsu, dimana nama tersebut sebenarnya bukan termasuk anggota keluarga namun dimasukan oleh pihak PT PLN Persero UPT Malang.
c. Terjadi pemberian dana secara tebang pilih yakni terdapat warga yang tidak mendapatkan dana kompensasi tanpa alasan khusus dari pihak PT PLN Persero UPT Malang padahal warga tersebut dilewati jalur SUTET
Konflik tersebut di atas sebenarnya sudah terjadi saat di di bangun dan beroperasinya tower SUTET namun karena awamnya warga tentang bahaya yang diakibatkan SUTET maka warga memilih untuk diam.
C. Penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) pada PT PLN Persero UPT Malang
PT PLN Persero UPT Malang mempunyai tanggung jawab yang tidak mudah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat yaitu dalam hal penyediaan tenaga listrik di berbagai kebutuhan industri, ekonomi, perdagangan, pemerintahan dan masyarakat luas. Listrik berperan besar atas kemajuan di berbagai bidang dalam kehidupan dan merupakan salah satu infrastruktur yang penting dalam upaya meningkatkan kualitas hidup atau kesejahteraan manusia, serta sebagai pendorong berbagai kegiatan ekonomi. Setiap kegiatan program yang dijalankan PT PLN Persero UPT Malang harus mempunyai tanggung jawab pada stakeholdersnya yaitu karyawan dan masyarakat sebagai dampak karena sudah memanfaatkan sumberdaya, sehingga diperlukan CSR agar kegiatan operasional PT PLN Persero UPT Malang berjalan dengan baik.
Secara langsung maupun tidak langsung konflik-konflik di atas menuntut PT PLN Persero UPT Malang untuk mengambil langkah penyelesaian sebagai wujud dari tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR.
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis laksanakan pada manager, staf dan karyawan-karyawan bentuk-bentuk CSR yang diterapkan PT PLN Persero UPT selama ini meliputi bidang sosial, lingkungan dan ekonomi.
1. CSR PT PLN Persero UPT Malang Bidang Sosial
Dalam bidang sosial program yang dilakukan PT PLN Persero UPT Malang antara lain dengan ganti rugi dan kompensasi, PT PLN Persero telah melaksanakan kebijakan yang sudah ditetapkan pemerintah dan selalu mengutamakan kepentingan dan keinginan masyarakat. Langkah-langkah yang ditempuh untuk mencegah persoalan tersebut adalah dengan membentuk joint team yang terdiri dari pemerintah, PT PLN Persero dan elemen masyarakat. Tim ini terdiri dari Kantor Menko Polhukam, Depdagri, Depkeu, Depkes, Depkum dan HAM, Kantor Menneg BUMN, Depkominfo, Kantor Menneg LH, Mabes Polri, BPN, Kejaksaan Agung, Departemen ESDM dan PT PLN Persero. Tim inilah yang ditugaskan untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi di lapangan melalui dialog intensif, penyuluhan dan upaya-upaya lainnya.
Memberikan asuransi kebakaran apabila terjadi kebakaran yang diakibatkan keteledoran ataupun musibah yang dikarenakan hubungan pendek arus listrik.Asuransi tersebut diberikan baik pada karyawan maupun warga yang mendapat musibah.
Pemberian beasiswa bagi putra-putri karyawan dalam lingkup internal PT PLN Persero UPT Malang yang mana apabila terdapat putra-putri karyawan yang sekolah dan membutuhkan beasiswa maka orangtua atau karyawan dapat mengajukan surat kepada pimpinan untuk meringankan biaya sekolah dengan beasiswa.
Pemberian dana tali asih dilakukan pihak PT PLN Persero UPT Malang sebagai wujud kepedulian pada masyarakat, dimana dana tali asih tersebut dihimpun dari dana pribadi karyawan-karyawati PT PLN Persero UPT Malang. Dana tali asih tersebut biasa diberikan ke yayasan panti asuhan atau di daerah sekitar Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT). Membagikan daging pada saat hari raya idul kurban pada daerah sekitar SUTT dan SUTET namun saat penulis survey daerah sekitar SUTET secara acak yakni di Kecamatan Wonorejo Kabupaten Pasuruan Tower 228-230 dan di Kecamatan Sukorejo Kabupaten Pasuruan selama ini PT PLN Persero UPT Malang belum pernah membagikan daging kurban saat hari raya idul kurban.
2. CSR PT PLN Persero UPT Malang Bidang Ekonomi
Dalam bidang ekonomi yaitu melakukan penghematan biaya operasional sehingga meringankan beban masyarakat karena tidak perlu membayar listrik dengan harga tinggi dengan meningkatkan kemampuan pembangkit-pembangkit energi terbaru yang ada, membangun pembangkit energi terbaru berdasarkan hasil-hasil studi kelayakan yang sudah ada, membuat peta potensi energi terbarukan yang memiliki potensi untuk dikembangkan secara komersial, melakukan studi-studi kelayakan tentang aspek teknis dan ekonomis energi terbarukan untuk menggantikan bahan bakar minyak, dan program pencarian sumber-sumber pendanaan. Memberikan pinjaman dana dari koperasi. Dan penetapan tarif dasar listrik yang murah per kWh.
3. CSR PT PLN Persero UPT Malang Bidang Lingkungan
Dalam bidang lingkungan seperti perbaikan sarana prasarana umumseperti tempat ibadah, MCK, dan sekolah.



























Dalam menentukan area yang dilewati jalur SUTT maupun SUTET PT PLN Persero UPT Malang telah menerapkan AMDAL dan Undang-undang no 15 tahun 1985, selain sebagai bentuk ketaatan tata tertib hal tersebut juga sebagai bentuk pencegahan konflik baik SUTT maupun SUTET.
Bentuk tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR yang lain adalah dilakukan pengukuran berkala, dan pemberian penyuluhan tentang aturan jarak aman kepada masyarakat. Penyuluhan ini bertujuan memberikan pengertian yang benar tentang pengaruh medan listrik dan medan magnet sehingga masyarakat yang bermukim di sekitar sarana transmisi ini memiliki persepsi yang benar dan rasa aman tinggal di sekitarnya. Penyuluhan ini biasanya diberikan PT PLN Persero UPT Malang pada saat awal pengoperasian SUTT maupun SUTET, tetapi penyuluhan ini juga dapat diberikan pada kesempatan lain jika masyarakat membutuhkanya. Selain itu dengan adanya peraturan Menteri Pertambangan dan Energi tentang ruang bebas untuk SUTT dan SUTET tahun 1992 pihak PT PLN Persero UPT Malang melakukan peninggian bentangan kabel listrik. Jika sebelumnya dengan bentangan di menara setinggi 8,5 meter harus membebaskan tanah di bawah kabel listrik, maka dengan meninggikan sampai 22,5 meter SUTT maupun SUTET, maka ruang setinggi 14 meter di atas tanah dianggap aman.
PT PLN Persero UPT Malang sendiri telah membuat pagar pembatas untuk menjaga ruang bebas dan jarak aman serta secara periodik melakukan pengukuran kuat medan listrik dengan menggunakan alat Elektromagnetic Field Meter. Menurut WHO ambang batas kekuatan medan listrik dan medan magnet yang tidak membahayakan tubuh manusia sebesar 5 kV/m untuk medan listrik dan 0,1 m Tesla untuk medan magnet.
Bentuk-bentuk CSR yang dilaksanakan PT PLN Persero UPT Malang pada umumnya bukan merupakan program rutin, misalnya pemberian kredit dan pemberian dana tali asih. Jika hal tersebut sudah dilakukan secara rutin dan menjadi salah satu program PT PLN Persero UPT Malang, maka diharapkan hal diatas dapat menimbulkan hubungan kemitraan antara pihak PT PLN Persero UPT Malang dengan masyarakat. Untuk itu CSR diperlukan untuk menciptakan keseimbangan dan keberlanjutan usaha serta jalinan kemitraan timbal balik antara perusahaan dan stakeholders. PT PLN Persero UPT Malang menjadikan masyarakat sebagai mitra sehingga mempunyai program kegiatan dalam upaya pemberdayaan untuk mendukung kesejahteraan dan kemandirian masyarakat secara berkelanjutan. Sehingga antara masyarakat dan PT PLN Persero UPT Malang terjalin hubungan yang baik dan saling mendukung selama kegiatan tersebut tidak menimbulkan masalah. Kemitraan ini bisa tercipta melalui program yang berupa ekonomi kerakyatan yaitu PT PLN Persero UPT Malang menjadi mitra masyarakat dalam hal pemberian kredit seperti yang telah dijelaskan di atas.




D. Bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) PT PLN Persero UPT Malang Yang Dapat Mencegah Konflik Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET)
CSR menekankan bahwa tanggung jawab perusahaan bukan lagi sekedar kegiatan ekonomi, yaitu menciptakan profit demi kelangsungan usaha, tetapi juga tanggung jawab sosial dan lingkungan. Alasannya, jika menggantungkan pada finansial saja, tidak menjamin perusahaan akan berkembang secara berkelanjutan. Hal ini dikarenakan perusahaan yang hanya mementingkan keuntungan finansial dan mengabaikan tanggung jawab sosial dan lingkungan, tidak hanya mendapat tentangan dari masyarakat sekitar, tetapi juga tekanan dari LSM.
Dalam pembangunan sarana ketenagalistrikan, akan mempunyai dampak positif maupun negatif seperti yang telah dijelaskan dalam poin di atas. Dampak positif tersebut antara lain dapat meningkatkan kualitas hidup atau kesejahteraan manusia, serta sebagai pendorong berbagai kegiatan ekonomi. Sedangkan dampak negatifnya adalah adanya bahaya kesehatan oleh radiasi elektromagnetik. Adapun bentuk CSR PT PLN Persero UPT Malang yakni:
1. CSR PT PLN Persero UPT Malang Bidang Sosial Untuk Mencegah Konflik SUTET
Dalam bidang sosial program yang dilakukan PT PLN Persero UPT Malang untuk mencegah konflik SUTET antara lain dengan ganti rugi dan kompensasi, Melaksanakan kebijakan yang sudah ditetapkan pemerintah dan selalu mengutamakan kepentingan dan keinginan masyarakat. Langkah-langkah yang ditempuh untuk mencegah persoalan tersebut adalah dengan membentuk joint team yang terdiri dari pemerintah, PT PLN Persero dan elemen masyarakat. Tim ini terdiri dari Kantor Menko Polhukam, Depdagri, Depkeu, Depkes, Depkum dan HAM, Kantor Menneg BUMN, Depkominfo, Kantor Menneg LH, Mabes Polri, BPN, Kejaksaan Agung, Departemen ESDM dan PT PLN Persero. Tim inilah yang ditugaskan untuk menyelesaikan persoalan yang terjadi di lapangan melalui dialog intensif, penyuluhan dan upaya-upaya lainnya. Termasuk apabila terdapat kasus SUTET para korban dapat mengajukan tuntutan atas dasar wanprestasi, karena PT PLN Persero telah membuat dan menandatangani surat jaminan, yang pada pokoknya berisi, apabila dikemudian hari terjadi kecelakaan yang sesuai hasil penelitian disebabkan oleh keberadaan SUTET 500 Kv, baik karena kelalaian atau kesalahan PT PLN Persero maka PT PLN Persero akan bertanggung jawab atas kesalahan tersebut. Tanggung jawab tersebut adalah terhadap kesehatan manusia dan atau meninggal dunia serta atas kerusakan rumah dan atau barang-barang elektronik atau alat-alat rumah tangga lainnya. Namun faktanya korban SUTET belum mendapatkan santunan yang seharusnya menjadi tugas dari Joint Team.
Sebagai niat baik dan peduli terhadap lingkungan yang terkena proyek untuk publik ini, PT PLN Persero UPT Malang sudah memberikan semacam dana tali asih dan pinjaman dana dari koperasi kepada masyarakat yang tempat tinggalnya dilalui jaringan SUTET, dengan tujuan agar masyarakat dapat meningkatkan kualitas hidupnya. namun dalam pelaksanaannya banyak penyelewengan yang dilakukan PT PLN Persero UPT Malang antara lain:
1. Dana kompensasi dikenai potongan 40% yang mana warga masyarakat tidak diberi tahu alasan pemotongan.
2. Pihak PT PLN Persero UPT Malang memasukkan dalam data nama keluarga palsu, dimana nama tersebut sebenarnya bukan termasuk anggota keluarga namun dimasukan oleh pihak PT PLN Persero UPT Malang.
3. Terjadi pemberian dana secara tebang pilih yakni terdapat warga yang tidak mendapatkan dana kompensasi tanpa alasan khusus dari pihak PT PLN Persero UPT Malang padahal warga tersebut dilewati jalur SUTET


Gb. 1.5 Peneliti saat wawancara dengan warga yang tidak mendapatkan dana kompensasi (rumah tidak jauh dari SUTET)

Membagikan daging pada saat hari raya idul kurban pada daerah sekitar SUTT dan SUTET. Saat penulis survey daerah sekitar SUTET secara acak yakni di Kecamatan Wonorejo Kabupaten Pasuruan Tower 228-230 dan di Kecamatan Sukorejo Kabupaten Pasuruan selama ini PT PLN Persero UPT Malang belum pernah membagikan daging kurban saat hari raya idul kurban. Jadi pada intinya data yang penulis peroleh dari wawancara pihak PT PLN Persero UPT Malang dengan warga masyarakat sekitar SUTET tidak sama. Harusnya ada cek and balance baik dari pihak PT PLN Persero maupun dari masyarakat sendiri.
2. CSR PT PLN Persero UPT Malang Bidang Ekonomi Untuk Mencegah Konflik SUTET
Dalam bidang ekonomi program CSR yang dijalankan oleh pihak PT PLN Persero UPT Malang yaitu melakukan penghematan biaya operasional sehingga meringankan beban masyarakat karena tidak perlu membayar listrik dengan harga tinggi dengan meningkatkan kemampuan pembangkit-pembangkit energi terbaru yang ada, membangun pembangkit energi terbaru berdasarkan hasil-hasil studi kelayakan yang sudah ada, membuat peta potensi energi terbarukan yang memiliki potensi untuk dikembangkan secara komersial, melakukan studi-studi kelayakan tentang aspek teknis dan ekonomis energi terbarukan untuk menggantikan bahan bakar minyak, dan program pencarian sumber-sumber pendanaan. Memberikan pinjaman dana dari koperasi. Dan penetapan tarif dasar listrik yang murah per kWh.
3. CSR PT PLN Persero UPT Malang Bidang Lingkungan Untuk Mencegah Konflik SUTET
Dalam bidang lingkungan seperti perbaikan sarana prasarana umumseperti tempat ibadah dan MCK. Dari hasil survey peneliti di sekitar SUTET 500 Kv Paiton – Kediri T.255 – 256 tepatnya di Dsn Curahsudo RT.07 RW.03 Ds Curahrejo Kec.Sukorejo Pasuruan PT PLN memberikan bantuan pembangunan masjid “Nurul Hikmah” sebesar Rp 10.000.000,-. Dan pada daerah SUTET 500 Kv Paiton – Kediri T.268 -269 tepatnya Dsn. Gesing Ds. Randupitu Kec. Beji Kab. Pasuruan program CSR yang dilakukan oleh pihak PT PLN Persero adalah pembangunan MCK (Mandi, Cuci, dan Kakus)


Gb. 1.6. Peneliti saat survey melihat implementasi CSR PT PLN Persero UPT Malang dalam mencegah konflik SUTET

Dalam menentukan area yang dilewati jalur SUTET PT PLN Persero UPT Malang telah menerapkan AMDAL dan Undang-undang no 15 tahun 1985, selain sebagai bentuk ketaatan tata tertib hal tersebut juga sebagai bentuk pencegahan konflik baik SUTT maupun SUTET.
Bentuk tanggung jawab sosial perusahaan atau CSR yang lain adalah dilakukan pengukuran berkala, dan pemberian penyuluhan tentang aturan jarak aman kepada masyarakat. Penyuluhan ini bertujuan memberikan pengertian yang benar tentang pengaruh medan listrik dan medan magnet sehingga masyarakat yang bermukim di sekitar sarana transmisi ini memiliki persepsi yang benar dan rasa aman tinggal di sekitarnya. Penyuluhan ini biasanya diberikan PT PLN Persero UPT Malang pada saat awal pengoperasian SUTET, tetapi penyuluhan ini juga dapat diberikan pada kesempatan lain jika masyarakat membutuhkanya. Selain itu dengan adanya peraturan Menteri Pertambangan dan Energi tentang ruang bebas untuk SUTET tahun 1992 pihak PT PLN Persero UPT Malang melakukan peninggian bentangan kabel listrik. Jika sebelumnya dengan bentangan di menara setinggi 8,5 meter harus membebaskan tanah di bawah kabel listrik, maka dengan meninggikan sampai 22,5 meter SUTET, maka ruang setinggi 14 meter di atas tanah dianggap aman.
PT PLN Persero UPT Malang sendiri telah membuat pagar pembatas untuk menjaga ruang bebas dan jarak aman serta secara periodik melakukan pengukuran kuat medan listrik dengan menggunakan alat Elektromagnetic Field Meter. Menurut WHO ambang batas kekuatan medan listrik dan medan magnet yang tidak membahayakan tubuh manusia sebesar 5 Kv/m untuk medan listrik dan 0,1 m Tesla untuk medan magnet. Gambar 1.1 menunjukkan bahwa tidak semua area SUTET diberi pagar pembatas untuk menjaga ruang bebas dan jarak aman







GB 1.1 Peneliti saat survey lapang pada daerah sekitar sutet yang padat penduduk

Dari berbagai bentuk CSR yang sudah diterapkan untuk mengatasi masalah SUTET, masih belum dapat menyelesaikan secara tuntas konflik-konflik yang terjadi antara masyarakat dengan PT PLN Persero. Untuk itu, berbagai penelitian dan jalan keluar untuk mencegah konflik SUTET sangat diperlukan.
Untuk mengatasi dampak negatif tersebut apa yang sudah diterapkan PT PLN Persero UPT Malang merupakan bukti bahwa PT PLN Persero UPT Malang memilki tanggung jawab sosial atau CSR, namun bentuk CSR tersebut belum suluruhnya efektif terbukti baru sebagian program yang dilaksanakan sebagai bentuk CSR.
Dari berbagai permasalahan yang timbul akibat adanya SUTET tersebut dapat dikatakan bahwa akar permasalahan hanya dua yaitu ancaman bahaya kesehatan dan tuntutan ganti rugi yang kurang. Selama ini masyarakat yang areal pekarangan dan sawahnya telah dibangun tower dan dilalui jaringan, sejauh ini belum memperoleh sosialisasi secara transparan tentang kemungkinan dampak buruk yang terjadi akibat pembangunan SUTET. Sehingga masyarakat kurang atau bahkan tidak tahu tentang bahaya akibat proyek pembangunan SUTET tersebut dan jika suatu saat timbul masalah maka masyarakat pasti akan menyalahkan pihak PT PLN Persero UPT Malang. Namun jika PT PLN Persero UPT Malang memberikan sosialisasi secara transparan dan bila timbul masalah masyarakat akan berusaha mencari solusi bersama-sama dengan pihak PT PLN Persero UPT Malang. Oleh karena itu, manajemen PT PLN Persero UPT Malang perlu untuk segera memberikan informasi yang sebenar-benarnya atas potensi dampak yang mungkin muncul dari proyek itu sehingga tidak akan terjadi masalah di kemudian hari.
Untuk memenuhi tuntutan masyarakat sebagai wujud tanggung jawab perusahaan dalam hal kesehatan, PT PLN Persero UPT Malang dapat mengektifkan salah satu bentuk CSR dalam bidang sosial yaitu jaminan kesehatan yang berupa jaminan kesehatan warga korban SUTET.
Jaminan kesehatan ini diberikan kepada masyarakat yang tinggal di sekitar area yang dilalui jaringan SUTET, yaitu masyarakat yang sakit dan diduga disebabkan karena radiasi elektromagnetik. Dalam hal ini PT PLN Persero UPT Malang harus menetapkan batasan-batasan yang jelas misalnya PT PLN Persero UPT Malang hanya akan memberikan jaminan kesehatan tersebut jika masyarakat yang sakit tersebut disebabkan oleh radiasi elektromagnetik yang menurut berbagai penelitian antara lain menurut WHO, misalnya penyakit yang menyerang 1) darah, (2) reproduksi, (3) syaraf, (4) kardiovaskuler, (5) endokrin, (6) psikologis, dan (7) hipersensitivitas dengan gejala jantung berdebar-debar, gangguan tidur, gangguan konsentrasi, rasa mual, dan gangguan pencernaan lain yang tidak jelas penyebabnya, telinga berdenging, muka terbakar, kulit meruam, kejang otot, kebingungan, serta gangguan kejiwaan berupa depresi. Atau menurut hasil penelitian Dr. Anies yang menyimpulkan bahwa medan elektromagnetik yang berasal dari SUTET 500 kV berisiko menimbulkan gangguan kesehatan pada penduduk, yaitu sekumpulan gejala hipersensitivitas yang dikenal dengan electrical sensitivity berupa keluhan sakit kepala (headache), pening (dizziness), dan keletihan menahun (chronic fatigue syndrome) .
Jika ada masyarakat yang mempunyai penyakit atau gejala di atas harus mendapat jaminan kesehatan walaupun mungkin penyakit tersebut bukan karena radiasi elektromagnetik, karena dapat saja sebagai contoh penyakit kanker darah, dapat dihubungkan dengan faktor genetik, gizi, perilaku atau zat berbahaya lainnya dalam lingkungan. Gangguan psikis yang sangat populer berhubungan dengan SUTET disebut dengan elektromagnetik hipersensitivitas, terkadang merupakan gangguan stres yang berlebihan yang dihubungkan dengan banyak faktor yang mempengaruhi, termasuk faktor sosial. Misalnya keluhan sakit perut yang hebat sebenarnya karena masalah keuangan, masalah keluarga dan lain-lain dan diperberat dengan rasa takut terhadap SUTET.
Jaminan kesehatan ini bisa berbentuk pemberian dana langsung kepada masyarakat atau warga yang mengalami sakit seperti yang dijelaskan di atas atau berupa keringanan biaya yaitu PT PLN Persero melakukan kerjasama dengan salah satu rumah sakit atau poliklinik milik pemerintah atau milik swasta yang ditunjuk PT PLN Persero sebagai rekan kerjasamanya dengan pemberian kartu keanggotaan dengan ketentuan khusus yang menyatakan bahwa warga tersebut adalah warga yang tinggal di kawasan SUTET. Kartu keanggotaan ini digunakan untuk berobat pada rumah sakit milik pemerintah atau rumah sakit yang ditunjuk PT PLN Persero tersebut. Dengan menunjukkan kartu tersebut warga atau masyarakat akan mudah dikenali sehingga akan cepat dilakukan pemrosesan mengenai keringanan biaya tersebut kepada PT PLN Persero.
Sejauh ini belum ada pelaksanaan yang riil dari pihak PT PLN Persero UPT Malang pada masyarakat yang mengalami dampak yang ditimbulkan SUTET bahkan dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti tidak ditemukan bentuk realisasi program tersebut.
Agar jaminan kesehatan ini dapat berjalan sesuai tujuan maka perlu dibentuk Lembaga Jaminan Kesehatan warga SUTET yang berfungsi mengelola dana dan keluhan-keluhan dari masyarakat. Sehingga pemrosesan mengenai keringanan biaya dan lain-lain dilakukan melalui lembaga jaminan kesehatan warga SUTET tersebut. Untuk pelayanan jaminan kesehatan ini masyarakat disubsidi penuh oleh pemerintah. Jaminan kesehatan warga SUTET merupakan satu kreasi atau pengalihan subsidi pembiayaan kesehatan dari subsidi kepada unit pelayanan kesehatan menjadi subsidi kepada masyarakat melalui Lembaga Jaminan Kesehatan warga SUTET. Dengan demikian Pemerintah tidak harus membuat anggaran baru hanya mengalihkan biaya yang sudah ada bahkan dicoba mengalokasikan dibawah alokasi semula. PT PLN Persero akan memberikan tarif dasar listrik yang dibawah harga standar kepada rumah sakit atau poliklinik yang diajak kerjasama sebagai timbal balik.
Selain itu penyuluhan mengenai jarak aman kepada masyarakat harus selalu di berikan, karena selama ini penyuluhan tersebut sangat kurang dilakukan oleh PT PLN Persero UPT Malang, misalnya untuk jaringan tegangan menengah dan rendah (JTM/JTR) di daerah dapat digunakan rumus sederhana, yaitu 1 kV = 1 cm. Artinya jika tegangan di kawat jaringan sebesar 20 kV maka jarak amanya adalah 20 cm atau 0,2 m. Untuk transmisi SUTET aturan jarak aman vertikal (C) adalah untuk tegangan 70 Kv adalah 4,5 m, untuk 150 kV adalah 5,5 m, untuk 275 Kv adalah 7,5 m dan untuk 500 Kv adalah 9,5 m. Sedangkan jarak aman horizontal dari as/sumbu menara (D) adalah untuk tegangan 70 Kv adalah 7 m, untuk 150 Kv adalah 10 m, untuk 275 Kv adalah 13 m dan 500 Kv adalah 17 m. Selain itu, upaya meminimalkan dampak negatif radiasi elektromagnetik ini yaitu dari penelitian yang telah dilakukan, kuat medan listrik di bawah SUTET di luar rumah lebih tinggi dibandingkan di dalam rumah . Sehingga PT PLN Persero UPT Malang harusnya menganjurkan kepada masyarakat untuk mengusahakan rumah berlangit-langit/plafon. Dan menanam pohon sebanyak mungkin di sekitar rumah, terutama pada lahan-lahan yang kosong. Dan jika tidak ada kepentingan tidak dianjurkan berada di luar rumah di bawah SUTET pada malam hari karena pada saat itu arus yang mengalir pada kawat penghantar SUTET lebih tinggi daripada siang hari.
Ditinjau dari sisi hukum ekonomi lingkungan, Berdasarkan Misi GBHN khususnya angka 7 : “Pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil, dan koperasi, dengan mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan berbasis pada sumber daya alam dan sumber daya yang produktif, mandiri, maju, berdaya saing, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan”.
Dari uraian sebelumnya, dapat kita ketahui bahwa dampak yang ditimbulkan oleh adanya SUTET ini begitu besar. Sehingga, pembangunan SUTET ini belum dapat dikatakan memenuhi rumusan sesuai dengan Misi GBHN tersebut di atas yakni pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Karena dalam melaksanakan pembangunan tersebut PT PLN Persero khususnya UPT Malang kurang memperhatikan keberlanjutan dampak yang akan ditimbulkan terutama di bidang lingkungan hidup. Ke depan, hal ini juga dapat dijadikan sebagai masukan bagi siapapun dan instansi manapun bahwa ketika konsep pembangunan sudah mulai digalakkan, maka hal yang tidak kalah pentingnya adalah memperhatikan aspek lingkungan sehingga tidak merugikan masyarakat. Dalam hal ini, juga akan menuntut kepada pemerintah untuk memberikan kebijakan yang tegas di bidang lingkungan hidup mengingat saat ini pembangunan sedang berkembang dengan cepatnya.
Selain itu, berdasarkan BAB IV huruf II GBHN mengenai Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup dalam ketentuan :
1. Mengelola sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.
2. Meningkatkan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan, dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan
Sedangkan kita ketahui pula, bahwa teknologi SUTET ini belum dapat dikatakan ramah lingkungan sehingga belum juga dapat dikatakan memenuhi rumusan ketentuan di atas. Pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan harus memperhatikan pelestarian fungsi lingkungan hidup yang berdasarkan pada pedoman pengelolaan lingkungan hidup. Dalam hal ini, secara voluntary atau sukarela dapat dilihat dari upaya yang telah dilakukan oleh PT PLN Persero melalui sistem pertanggungjawaban sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility tersebut menunjukkan itikad baik oleh PT PLN Persero untuk memperbaiki sistem kinerja dalam pembangunan di bidang ketenagalistrikan untuk selanjutnya.
Dari konflik SUTET terutama yang menyangkut ganti rugi sebaiknya pemerintah mengeluarkan suatu dasar hukum yang jelas sehingga tidak menimbulkan konflik dan tidak akan merugikan kedua belah pihak yaitu masyarakat dan PT PLN Persero.
Bentuk-bentuk CSR di atas mungkin tidak sepenuhnya dapat mencegah konflik yang ditimbulkan oleh adanya SUTET namun setidaknya dapat mencegah konflik tersebut. Agar program-program CSR seperti di atas dapat berjalan dengan baik, maka sangat diperlukan hubungan maupun kerjasama yang baik antara Pemerintah, PT PLN Persero, dan masyarakat.
Aktivitas CSR yang dilakukan oleh PT PLN Persero dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan PT PLN Persero itu sendiri. Manfaat yang diperoleh oleh masyarakat adalah dapat mengembangkan usahanya dengan bantuan kredit, kesehatan masyarakat dapat terjamin, akan mendapat ganti rugi dan kompensasi atas tanah yang sesuai. Selain itu, aktivitas masyarakat tidak akan terhambat karena pemadaman total akibat SUTET yang dirusak sehingga kualitas kehidupan dapat menjadi lebih baik. Sedangkan bagi PT PLN Persero, kegiatan operasional perusahaan tidak akan terhambat bahkan mendapat dukungan dari masyarakat serta tercipta hubungan yang baik antara masyarakat dan PT PLN Persero. Selain itu, citra perusahaan dalam pandangan masyarakat tetap baik. Dari manfaat yang diperoleh di atas semoga dapat menjadi pertimbangan bagi PT PLN Persero UPT Malang untuk mengefektifkan CSR dalam kegiatan operasionalnya.
Dalam pembahasan di atas, kaitannya dengan CSR sebagai bentuk Implementasi dari Hukum Ekonomi, maka jelas ada bentuk pengaturan kebijakan pemerintah dalam hal bagaimana memberikan pelayanan mengenai kegiatan ekonomi masyarakat khususnya tentang ketenagalistrikan. PT PLN sebagai salah satu BUMN pemerintah menjalankan fungsinya sesuai pasal 33 UUD 1945 dalam kegiatan ekonomi pemerintah untuk kesejahteraan rakyat, namun dalam pelaksanaan kinerjanya tetap mengimplementasikan hukum ekonomi dalam bentuk CSR yang di dalamnya mengandung ketentuan mengenai banyak hal, misalkan hukum ekonomi sosial yang mempelajari tentang pembagian pendapatan nasional secara adil dan merata, memelihara dan meningkatkan martabat kemanusiaan manusia Indonesia dalam rangka pembangunan ekonomi. Dalam hal ini bagaimana pemerintah memberikan pelayanan tenaga kelistrikan secara adil dan merata tanpa berdampak merugikan seperti SUTET tersebut.
Dari sisi hukum ekonomi lingkungan juga telah dibahas yakni kaitannya dengan hukum ekonomi lingkungan yang berhubungan dengan konsep pembangunan berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.
Sedangkan kaitannya dengan hukum ekonomi pembangunan Indonesia peranan pemerintah sebagai unsur pembaharu dan pemberi arah kepada pembangunan ekonomi itu lebih menonjol, dimana PT PLN sebagai salah satu tangan pemerintah memberikan unsur pembaharu berupa CSR tersebut untuk memberikan pelayanan terbaik bagi kegiatan ekonomi masyarakat sehingga mengarah nantinya pada pembangunan ekonomi yang menonjol.







BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Hasil penelitian tentang SUTET membuktikan bahwa SUTET berbahaya terhadap kesehatan yakni pusing-pusing, step, lumpuh, tumor dan buta. Sehingga memicu timbulnya konflik khususnya konflik yang berkaitan dengan kesehatan dan tuntutan ganti rugi.
2. PT PLN Persero UPT Malang melakukan tanggung jawab sosial atau CSR untuk mencegah konflik SUTET antara lain:
a) Dalam bidang sosial dengan memberikan ganti rugi dan kompensasi, dalam pelaksanaannya banyak kecurangan yang dilakukan PT PLN Persero UPT Malang, membentuk joint team yang bertugas memberikan semacam dana tali asih dan pinjaman dana dari koperasi kepada masyarakat yang tempat tinggalnya dilalui jaringan SUTET. Dalam pelaksanaannya korban SUTET belum mendapat santunan yang seharusnya menjadi tugas joint team. Membagikan daging pada saat hari raya idul kurban pada daerah sekitar SUTT dan SUTET. Saat penulis survey daerah sekitar SUTET secara acak, belum pernah dibagikan daging kurban saat hari raya idul kurban.
b) Dalam bidang ekonomi melakukan penghematan biaya operasional dan penetapan tarif dasar listrik yang murah per kWh.
c) Dalam bidang lingkungan dari hasil survey peneliti di sekitar SUTET program CSR yang dilakukan oleh pihak PT PLN Persero UPT Malang adalah pembangunan masjid, dan MCK (Mandi, Cuci, dan Kakus). Menentukan area yang dilewati jalur SUTET PT PLN Persero UPT Malang telah menerapkan AMDAL dan Undang-undang No 15 tahun 1985, hasil penelitian lapang menunjukkan tidak sedikit area padat penduduk yang dilalui jalur SUTET. Dilakukan pengukuran berkala, dan pemberian penyuluhan tentang aturan jarak aman kepada masyarakat, melakukan peninggian bentangan kabel listrik. Membuat pagar pembatas untuk menjaga ruang bebas dan jarak aman. Hasil penelitian lapang menunjukkan masih terdapat tower SUTET yang tidak ada pagar pembatas
Untuk mengatasi dampak negatif tersebut apa yang sudah diterapkan PT PLN Persero UPT Malang merupakan bukti bahwa PT PLN Persero UPT Malang memilki tanggung jawab sosial atau CSR, namun bentuk CSR tersebut belum suluruhnya efektif terbukti baru sebagian program yang dilaksanakan sebagai bentuk CSR.

B. Saran
1. Bagi Pemerintah
Agar program CSR dapat berjalan dengan baik maka pemerintah disarankan
1. Untuk pemerintah sebaiknya memberikan peraturan hukum yang secara tegas dan khusus mengatur tentang tanggung jawab sosial perusahaan.
2. Mengkaji ulang terkait dampak SUTET sehingga untuk kedepannya tidak ada pihak yang dirugikan karena adanya SUTET
3. Dilakuakan evaluasi kinerja joint team, apakah program tersebut berjalan sesuai tujuan.
2. Bagi PT PLN Persero
Disarankan pada PT PLN Persero pada umumnya dan PT PLN Persero UPT Malang pada khususnya
1. Bentuk CSR sudah cukup, tinggal mengefektifkan bentuk-bentuk CSR tersebut
2. Khusus untuk mengatasi dampak SUTET maka disarankan
a. Bidang sosial khususnya kesehatan : Joint team perlu melakukan tes kesehatan terhadap masyarakat sekitar SUTET.
b. Bidang lingkungan : Penerapan AMDAL yang menyeluruh.
b. Bidang ekonomi : 1. Pemberian kompensasi 100% tanpa potongan dan penyelewengan lainnya seperti tebang pilih dan memasukkan keluarga bayangan.
3. Bagi Masyarakat
Masyarakat sebagai stake holder seharusnya tidak hanya menuntut haknya saja tapi juga harus:
1. Turut serta berperan aktif dalam mengontrol, menjaga, dan mendukung program yang dilaksanakan PT PLN Persero khususnya UPT Malang. Dengan tanggap terhadap dampak yang ditimbulkan listrik baik pada lingkungan, kesehatan dengan melaporkan setiap kejadian atau dampak yang di timbulkan kelistrikan.